Pemerintah Indonesia Harus Prioritaskan Pengembangan Cadangan Pangan Nasional Berbasis Pertanian Keluarga untuk Atasi Krisis Pangan
Cirebon, 7 September 2025. Sistem pangan di Indonesia terancam akibat minimnya regenerasi petani dan nelayan, serta minimnya partisipasi bermakna kaum muda dan perempuan sebagai subjek utama pangan dan pertanian-peternakan-perikanan. Di tengah krisis iklim dan ancaman krisis pangan yang semakin meningkat, pertanian keluarga menjadi alternatif solusi bagi kedaulatan pangan di tingkat desa, daerah, nasional hingga global.
9/13/20253 min read


Cirebon, 7 September 2025. Sistem pangan di Indonesia terancam akibat minimnya regenerasi petani dan nelayan, serta minimnya partisipasi bermakna kaum muda dan perempuan sebagai subjek utama pangan dan pertanian-peternakan-perikanan. Di tengah krisis iklim dan ancaman krisis pangan yang semakin meningkat, pertanian keluarga menjadi alternatif solusi bagi kedaulatan pangan di tingkat desa, daerah, nasional hingga global.
“Pemerintah Indonesia penting memperhatikan dan mendukung pertanian keluarga, memperkuat peran perempuan dan kaum muda demi mewujudkan sistem pangan yang produktif, sehat, inklusif, berkelanjutan serta berkeadilan demikian ungkap Gunawan, Penasehat Senior IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice) yang juga Majelis Nasional Pertanian Keluarga Komite Nasional Pertanian Keluarga (KNPK)
"Kita berada di titik kritis, bagaimana nasib ketahanan dan kedaulatan pangan bangsa Indonesia di masa depan pada saat orang muda terus meninggalkan desa dan lahan pertanian?" ujar Bibong Widyarti, Wakil Sekretaris Jenderal KNPK (Komite Nasional Pertanian Keluarga), yang disampaikan pada diskusi dan konferensi pers pada Minggu, 7 September 2025 yang bertajuk “Peran Perempuan dan Kaum Muda dalam Pertanian Keluarga Menuju Sistem Pangan Berkelanjutan.”
Diskusi ini diselenggarakan di Saung Wangsakerta, Desa Setupatok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, pada Minggu, 7 September 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari diseminasi Naskah Kebijakan (policy paper) yang disusun oleh KNPK bertajuk “Urgensi Penguatan Peran Kaum Muda dan Perempuan di Pertanian Keluarga” yang dihadiri narasumber dari anggota DPR RI, akademisi, tokoh, praktisi, serta penggerak di bidang pertanian keluarga dari tingkat daerah hingga nasional. Mereka membahas situasi persoalan pangan di Indonesia dan mendesak pemerintah Indonesia untuk memperhatikan pertanian keluarga.
“Kunci pertanian keluarga,” lanjut Bibong Widyarti, “Mencakup perempuan, orang muda, nelayan, petani, peternak, penggembala, pengumpul hasil hutan yang bersama-sama memperkuat desa yang mandiri pangan yang dimulai dari langkah kecil seperti pemanfaatan kebun di area rumah, makanan sehat, gizi, pangan serta berbagi pengetahuan, termasuk kearifan lokal berbasis agroekologi.”
Pertanian keluarga, sebagaimana dilansir Badan Pangan Dunia (FAO), menghasilkan 80% pangan dunia, akan tetapi realitasnya pertanian keluarga berada di pinggiran jalan. Ketimpangan generasi menjadi salah satu persoalannya. Di Indonesia, data menunjukkan kesenjangan generasi yang mengkhawatirkan. Jumlah petani muda (15-24 tahun) hanya 3,39 juta, sangat jauh di bawah petani usia dewasa (24,09 juta) dan usia lanjut (7,77 juta). Fenomena ini diperparah dengan anggapan bahwa pertanian tidak lagi menarik yang berisiko besar bagi kelangsungan sektor pangan nasional.
“Tanpa perempuan dan pemuda, maka tidak akan ada masa depan pertanian. Saat ini, perempuan dan pemuda menjadi pilar pertanian keluarga untuk keberlanjutan pertanian dengan berbagai strategi pendekatan salah satunya pemanfaatan digitalisasi dan teknologi dalam budidaya. Sehingga akan terwujud ekosistem pembangunan desa dengan segala potensi yang dimiliki.” Ujar Naning Z Suprawati, Koordinator Pertanian Keluarga Jawa Timur,
Di sektor pangan dan pertanian, kaum muda menghadapi akses terbatas ke lahan, modal, teknologi, dan pasar, serta kurangnya kebijakan yang mendukung inovasi dan kewirausahaan di sektor pertanian. Pada saat bersamaan, perempuan menghadapi beban ganda, akses yang tidak setara terhadap sumber daya produktif, kerentanan terhadap kekerasan, serta minimnya keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.
“Perempuan petani tidak mempunyai tempat dalam sistem kebijakan pertanian di Indonesia. Perempuan sulit mengakses program-program pemerintah seperti perhutanan sosial, mengakses manfaat program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria). Padahal, perempuan memiliki pengetahuan luas dalam mengelola pertanian keluarga,” Ujar Nissa Wargadipura, Pendiri, Pengasuh Pemimpin Pesantren Ekologi Ath Thaariq Garut, Jawa Barat.
Dokumentasi terhadap pengetahuan perempuan, lanjut Nissa, perlu didukung melalui kebijakan terhadap perlindungan dan kesempatan perempuan untuk memastikan akses, kontrol dan distribusi manfaat pertanian dan pangan oleh perempuan. Sebab, pertanian keluarga punya pendekatan utamanya adalah agroekologi, dan pengetahuannya banyak dikuasai oleh perempuan.
“Dalam konteks ketahanan pangan di masyarakat desa, pemerintah perlu memperhatikan dengan serius perihal ketahanan pangan di tingkat keluarga, karena ketahanan pangan ini terkait erat dengan ketahanan keluarga. “Ujar Farida Mahri, Ketua Yayasan Wangsakerta.
Menurut Farida, pengalaman kerja pemetaan yang dilakukan Wangsakerta bersama pemerintah desa dan masyarakat Desa Matangaji pada 2024 ditemukan lebih dari 50 persen pengeluaran rumah tangga adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan. Itu artinya Ketahanan Keluarga di Indonesia dalam posisi terancam.
Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon merupakan desa basis pertanian yang justeru mengeluarkan belanja pangan yang tinggi, apalagi Desa yang sudah tidak punya lagi lahan pertanian. “Pada saat masalah ini terus dibiarkan, maka masyarakat akan semakin terancam kemiskinan dan kekurangan pangan,” terang Farida.
Sementara itu, Gunawan, anggota Majelis Nasional KNPK kembali menegaskan, bahwa masalah cadangan pangan nasional yang berguna sebagai stabilisasi pasokan dan harga pangan, sebagaimana yang tercermin dalam masalah perberasan akhir-akhir ini, sangat memerlukan pengembangan cadangan pangan masyarakat yang selama ini dikelola perempuan dan perlunya inovasi dari kaum muda. Untuk itu, pemerintah harus segera mengintegrasikan pilar kaum muda dan perempuan dalam Rencana Aksi Nasional Pertanian Keluarga (RAN PK) dengan kebijakan reforma agraria, transformasi sistem pangan berkelanjutan, transformasi perdesaan, dan pelestarian keanekaragaman hayati. Tanpa langkah kongkret tersebut, Indonesia tidak hanya akan kehilangan petani dan nelayan, tetapi juga masa depan kedaulatan pangan. Oleh karenanya penting bagi DPR dan Pemerintah menyerap aspirasi tersebut dalam agenda perubahan Undang-undang Pangan dan Perubahan Undang-undang Kehutanan.






KNPK Indonesia
Mendukung kesejahteraan petani dan nelayan keluarga.
Kontak
Kirim TAnggapan
Jl. Kalibata Timur II No. 99B, RT 02/RW 08. Kelurahan Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 27842473
© 2024. All rights reserved.



